Betapa dahsyatnya cinta! Dengan cinta, orang rela memberi dan berkorban apa saja. Tetapi dengan cinta pula, orang dapat membenci bahkan membunuh. Teman-teman,
cinta juga dapat mengelabui. Coba saja simak kisah cinta Romeo dan Juliet. Dunia menobatkannya sebagai kisah cinta yang sejati. Orang hampir-hampir tidak percaya bahwa cerita itu sebenarnya tidak pernah terjadi! ltu hanya fiksi, buah pena dari sastrawan Inggris William Shakespeare. Namun hal tersebut sekaligus mengisyaratkan betapa universalnya cinta itu sendiri.
Selain itu, banyak pula kisah cinta yang melegenda. Taj Mahal di India adalah salah satunya. Seluruh bangunan yang terletak di kota Agra itu terbuat dari marmer berkualitas tinggi. Bahkan bagian-bagian dari dindingnya bertahtakan berlian. Wah! Bangunan ini merupakan bukti cinta dari seorang Kaisar Moghul bernama Shah Jehan kepada istrinya Mumtaz. Si kaisar ingin mempersembahkan monumen cinta yang abadi kepada sang istri, yang kebetulan lebih dulu meninggalkannya. Tampak di sini betapa kokoh cintanya kepada sang istri.
Sayako, satu-satunya putri kaisar Jepang, memutuskan untuk menikah dengan seorang rakyat jelata pada akhir tahun 2005. Putri dengan nama panggilan tidak resmi Nori itu terpaksa meninggalkan keluarga kekaisaran dan menanggalkan gelar putri kaisar, karena ia memilih seseorang yang bukan dari kalangan bangsawan menjadi pendamping hidupnya. Demi cinta, Nori rela melepaskan berbagai keistimewaan serta kemewahan. Demi cinta, Nori pun rela menjadi rakyat biasa.
Tidaklah salah apabila Jalaludin Rumi pernah mengungkapkan bahwa cinta itu tak ubahnya seperti misteri. Lanjutnya, cinta adalah samudera yang tak terukur kedalamannya. Ia tak dapat digali melalui buku-buku ilmu pengetahuan. Ia juga tak dapat tercakup dalam pembicaraan atau pendengaran manusia. Wow!
Oleh sebab itu, di sini kami tidak akan mendefinisikan cinta karena kami kuatir itu akan mereduksi kedalamannya. Teman-teman, kali ini kami hanya akan mencermati senyawa-senyawa yang selalu terkandung dalam sebuah cinta. Erich Fromm, murid kesayangan sesepuh psikologi Sigmund Freud menyebutkan empat senyawa mutlak, yaitu perhatian (care), tanggung-jawab (responsibility), hormat (respect) dan pengetahuan (knowledge).
Ketika kita sudah mencintai karir atau bisnis, maka kita tidak akan kepikiran lagi untuk menyia-nyiakan, apalagi meninggalkan karir atau bisnis tersebut. Iya ‘kan? Alih-alih menelantarkan, malah Anda akan bersikap penuh perhatian (care) dan penuh tanggung-jawab (responsibility) atas karir atau bisnis Anda. Teringin pula Anda menghasilkan yang terbaik. Betul begitu?
Sejenak, amatikanlah figur-figur yang membidani karya-karya luar biasa di dunia. Hampir dapat dipastikan mereka memiliki motivasi yang menakjubkan. Nah, bila ditelusuri lebih lanjut, dari mana sih motivasi itu berasal? Yap! Gampang ditebak, motivasi itu tertular dan berakar dari cinta.
Hal ini disimpulkan dengan baik oleh Tim Sanders, Chief Solutions Officer di Yahoo, “Untuk menuai sukses dalam kerja dan usaha, seseorang hendaklah menjadi apa yang disebut dengan lovecat.” Hm, apa itu? Lovecat tidak lain adalah individu yang piawai, lihai pula menyenangkan hati orang lain, dan mencintai sepenuh hati apa yang digelutinya.
Demikianlah, cerita cinta seakan tak ada habis-habisnya. Jika Shah Jehan rela merancang petilasan yang megah untuk mengenang istrinya, jika Hitler rela bunuh diri menyusul istrinya, jika Putri Nori rela meninggalkan istana untuk suaminya yang rakyat jelata, maka sesungguhnya kita juga memendam energi cinta yang serupa. Serius, kami sama sekali tidak melebih-lebihkan.
Lihat saja! Dalam kerangka yang positif, dorongan cinta terhadap keluarga dapat membangkitkan motivasi seseorang, sehingga ia sanggup menuntaskan pekerjaan, bahkan mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Namun jangan salah! Dalam bingkai yang negatif, ia juga bisa terpeleset dalam jurang kehinaan. Tidak terbilang suami yang sukses lantaran cintanya terhadap istri, anak dan keluarganya. Ironisnya, tidak sedikit pula suami yang terseret kasus korupsi karena alasan yang serupa.
Kesimpulannya, cinta itu memang indah. Mencintai itu memang lumrah. Akan tetapi, tidaklah boleh kita semata-mata mengatasnamakan cinta untuk melegalkan atau menghalalkan sesuatu. Teman-teman, tak pelak lagi kuncinya adalah kepekaan nurani. Bahkan kalau perlu, tanyakanlah terlebih dahulu kepada Yang Maha Menaburkan Cinta di hati setiap manusia. Apa kata-Nya? Apa kehendak-Nya?
Bayangkan jika semua karyawan melakukan pekerjaannya dengan penuh cinta betapa besar karya yang bisa diciptakan oleh mereka. Bayangkan jika kita mencintai pekerjaan kita, maka hambatan takkan berarti apa-apa dan target menjadi sesuatu yang menantang. Bayangkan jika semua karyawan menyadari dan melakukan pekerjaan dengan penuh cinta!