The Monkey Business

Memasuki kampung halaman, Panji melintasi hutan yang masih cukup asli. Tanpa sengaja ia melihat beberapa ekor monyet yang melompat dari satu pohon ke pohon lain. Tempat ini masih seperti dulu, banyak monyet bergelantungan di pohon dan bermain-main di jalanan

Monyet.
Sebuah fenomena yang menarik. Pernah memperhatikan? Cobalah datang ke kebun binatang, hutan belantara atau tempat lain yang masih banyak dihuni bangsa primata ini. Lihatlah apa yang dilakukan oleh sekumpulan monyet disana. Bawalah sebiji pisang atau makanan lain kesukaan monyet.

Datanglah ke lokasi tersebut sambil menunjukkan bawaan Anda. Apa yang terjadi?

Ya. Lihatlah monyet-monyet itu hanya celingak-celinguk saja. Melompat kesana kemari atau hanya sekedar mengintip Anda dari balik pepohonan. Padahal Anda tahu mereka ingin mendapatkan bawaan Anda. Cobalah melemparkan atau mengacungkan pisang itu ke hadapan mereka.

Tidak jauh berbeda.
Mereka tetap bersikap seperti itu, hingga salah satu diantara mereka mendekat dan mengambil pisang tersebut. Lalu yang lain akan mengerubungi Anda dan satu persatu mereka akan mendekat, ingin mendapatkan pisang yang sama. Demikianlah, para monyet akan bergerak dan melakukan sesuatu ketika ada salah satu diantara mereka yang bergerak lebih dulu. Anggaplah menjadi contoh bagi mereka.

Perhatikan sekali lagi, siapakah yang tadi datang duluan ke tempat Anda? Apakah badannya lebih besar dari yang lainnya? Atau lebih tinggi, atau juga lebih percaya diri diantara kumpulan mereka? Itulah pemimpin mereka.


Begitulah, leadership just like a monkey business. Kepemimpinan kurang lebih seperti itu. Bahwa monyet melihat, ya. Bahwa monyet melakukan, benar. Tetapi itu semua harus dimulai oleh monyet yang pertama.

Inilah prinsip dasar kepemimpinan (leadership). Oleh sebab itu, menurut teori, kepemimpinan adalah suatu kemampuan (ilmu dan seni) untuk mempengaruhi orang agar mau mengerjakan apa yang kita inginkan.

Lantas, apakah cukup seperti itu? Tentu saja belum. Kata John C. Maxwell, pelopor belum tentu pemimpin. Seperti Dick and Maurice yang sukses dengan konsep bisnis McDonald bukanlah seorang pemimpin. Justru Ray Kroc-lah sang pemimpin. Ia membeli sebagian saham McD, menyempurnakan konsep waralaba dan jadilah McD berada hampir di seluruh penjuru dunia.

Hal yang sama juga kita temukan dalam mitos lain seputar kepemimpinan yang selama ini kita dengar. Seperti memimpin dan mengelola (to manage) adalah hal yang sama. Tidak selalu demikian. Pemimpinan tidak selalu manajemen.Tidak juga kesuksesan seorang dalam berwirausaha atau penguasaan dalam ilmu pengetahuan, apalagi hanya sebuah posisi atau jabatan. Lihatlah banyak orang yang memiliki jabatan dan posisi namun tidak memiliki kepemimpinan.

Jika demikian bagaimana kepemimpinan itu? Coba renungkan bagaimana dunia memposisikan Bunda Teresa dan Putri Diana. Apakah mereka memiliki kedudukan, jabatan, posisi atau kekuasaan? Bahkan dunia lebih mengenal Putri Diana ketika ia sudah bercerai dengan Pangeran Charles. Namun apa yang terjadi setelah itu. Dia atas nama yayasan sosial yang dipimpinnya berhasil menemui tokoh dunia sampai Presiden Bill Clinton pun ikut menyumbang untuk kegiatannya.

Tidak usah jauh-jauh. Mari berkaca pada sejarah kita. Anda kenal Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Tengku Ci Di Tiro, Diponegoro, Pattimura, Bung Tomo, Jendral Sudirman dan sederetan nama beken lainnya. Para pahlawan yang menorehkan namanya dalam kenangan emas justru bukan dari kalangan berada, pejabat atau orang bangsawan. Sebagian besar mereka adalah tokoh agama, imam masjid, guru atau pemimpin informal lainnya. Mereka menjadi pemimpin karena memiliki pengaruh bagi lingkungannya.

Lihat pula bagaimana Nabi Muhammad, Umar bin Abdul Aziz, Dalai Lama, Budha dan tokoh lainnya. Ya mereka adalah orang-orang yang berpengaruh. Bahkan Muhammad dinobatkan sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang zaman.

Anda sudah menemukan benang merah dari ini semua?
Tepat. Keteladanan.
Kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari keteladanan.

Sebagaimana monyet yang menunggu contoh dari ‘kepalanya’, maka secara umum manusia juga menunggu contoh dari pemimpinnya. Anak-anak juga mencontoh orangtuanya. Murid mencontoh gurunya. Staf mencontoh managernya. Prajurit mencontoh komandannya.

Menjadi model untuk orang yang kita pimpin. Itulah kuncinya. Orang yang kita pimpin memiliki pengetahuan, ketrampilan dan keinginan maka kita perlu mengetahui apa yang diharapkan mereka, dan cara terbaik untuk memberikan informasi kepada mereka adalah menunjukkannnya.

Sekali lagi, orang melakukan apa yang mereka lihat. Jadilah model sikap dan etika kerja yang Anda inginkan agar mereka terapkan. Dan kapanpun Anda dapat menyertakan mereka dalam setiap pekerjaan Anda, bawa serta mereka bersama Anda. Tidak ada cara yang lebih baik untuk membantu mereka belajar dan memahami apa yang Anda inginkan untuk mereka kerjakan. Selamat mencoba!
Lebih baru Lebih lama