Jangan Berhenti

Dalam perjalanan tugas kali ini, saya transit cukup lama di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Menunggu penerbangan lanjutan sekitar 4 jam tentu cukup waktu melakukan banyak hal. Salah satunya saya sempat berbincang-bincang dengan sales kartu kredit yang sedang bekerja di sebuah lounge di terminal 3.

Dua orang yang sempat saya ajak kenalan namanya Budi dan Bintoro. Seperti sales kartu kredit pada umumnya, mereka menyapa, tersenyum dan menawarkaan kartu kredit dari Bank tertentu. Hebatnya, mereka melakukan itu kepada hampir semua tamu yang ada di ruang tunggu tersebut.
Anda tahu, berapa orang yang menerima? Sangat sedikit bukan? Namun lihatlah, Budi dan Bintoro dan juga para sales yang lain, mereka tidak berhenti melakukan ketiga hal tersebut: tersenyum, menyapa dan menawarkan.

Jika kita tinggal di kompplek perumahan, biasanya tiap waktu-waktu tertentu lewat penjaja makanan, jamu gendong atau orang yang menawarkan jasa lainnya. Ada jasa perbaikan sepatu, sandal, payung, jasa perbaikan pompa air, jasa pembersihan taman dan banyak lagi. Tidak ketinggalan orang-orang yang menawarkan hiburan seperti pengamen, topeng monyet atau sulap.

Yang menarik adalah bahwa mereka setiap hari bahkan setiap saat berkeliling menawarkan barang atau jasanya, ke setiap rumah, tanpa kenal lelah dan tidak pernah berhenti. Padahal saya yakin bahwa mereka tidak selalu diterima di setiap rumah. Bahkan mungkin sebaliknya, yang mereka terima lebih banyak penolakan, pengusiran, bahkan tidak sedikit cacian. Mereka tidak kenal menyerah dan tidak pernah berhenti.

Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh banyak agen asuransi jempolan. Ditolak, dibanting pintu, dihina, dicurigai orang, sampai dengan dilecehkan mungkin sudah kebal.
Pejuang kemanusiaan seperti Nelson Mandela dan Kim Dae Jung juga demikian. Tabungan kesulitan yang mereka miliki demikian menggunung. Dari dipenjara,hampir dibunuh, disiksa, dikencingin, tetapi toh tidak berhenti berjuang.

Apa yang ada di balik semua pengalaman ini, rupanya di balik sikap ulet untuk tidak pernah berhenti ini, sering bersembunyi banyak kesempurnaan hidup. Mirip dengan air yang menetesi batu yang sama berulang-ulang, hanya karena sikap tidak pernah berhentilah yang membuat batu berlubang.

Besi hanya menjadi pisau setelah ditempa palu besar berulang-ulang, dan dibakar api panas ratusan derajat celsius. Pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun, berhasil melewati ribuan angin ribut, jutaan hujan, dan berbagai godaan yang meruntuhkan.

Di kantor kami ada seorang pramu taman sekaligus office boy yang selalu bekerja dengan senyum dan tampak tidak pernah meratapi pekerjaannya yang berat. Saya sudah mengenalnya lebih dari 5 tahun, ketika saya tanya bagaimana ia menjalani pekerjaan berat yang mungkin banyak menerima tugas-tugas rumit sebagai pesuruh kantor, ia justru bilang,

"Pak, saya merasa sangat senang bekerja disini. Saya bisa membantu menyelesaikan permasalahan banyak orang, meringankan beban para karyawan. Saya sangat senang ketika mereka juga merasa nyaman bekerja disini."

Saat bis berangkat, saya selalu memperhatikan penjual koran, tukang semir, pedagang asongan, mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mudah menyerah. Mereka tidak gentar dengan penolakan. Terus bergerak, menawarkan dan terus menawarkan. Tidak pernah berhenti.

Sebagaimana seorang pendaki yang tidak akan berhenti sebelum mencapai puncak, sebagaimana pembalap yang selalu ingin mencapai finis maka jangan berhenti sebelum mencapai apa yang menjadi harapan dan cita-cita Anda.

Jika mencari guru, maka orang-orang bawah seperti pembantu, pedagang bakso, satpam, supir, penyanyi rendahan, dan tukang kebunlah guru-guru sejati kita. Juga para sales kartu kredit, sales keliling dan penjaja makanan yang lewat depan rumah kita. Dari mereka inilah pelajaran atas pidato inspiratif  Winston Churchill justru kita peroleh. Jangan menyerah. Jangan pernah berhenti. []

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT











Lebih baru Lebih lama