Gedung Kebahagiaan



Saya banyak membaca kisah tentang bagaimana para penulis terkenal melalui proses berliku sehingga bukunya bisa terbit dan menjadi best seller. Salah satunya adalah Jack Canfield dan Mark Victor, penulis Chicken Soup for the Soul. Kabarnya, mereka harus melalui perjalanan panjang dalam mencari pernerbit dan terus ditolak, sampai  jumlah penerbit yang mereka datangi mencapai 130 perusahaan. Untunglah Health Communication Inc mau menerbitkannya.

Coba bayangkan jika mereka berhenti pada penawaran ke 129, mungkin sampai sekarang kita tidak pernah bisa membaca buku Chicken Soup tersebut.

Demikian juga JK Rowling yang kabarnya cerita 'Harry Porter' itu sudah bertahun-tahun di dalam laci dan tidak ada satu penerbit pun yang mau menerbitkannya. Namun beberapa waktu kemudian menjadi salah satu buku yang dicetak paling banyak di dunia. 

Demikian juga bagaimana buku Laskar Pelangi yang awalnya hanya dicetak terbatas, lalu smeledak di pasaran bahkan sampai diterbitkan di negara lain dengan alih bahasa. Bayangkan jika mereka berhenti di tengah jalan, tidak melanjutkan usahanya, kita tentu tidak bisa menikmati karya-karyawan tersebut.

Saya punya sebuah cerita.

Di sebuah desa ada seorang pemuda yang ingin masuk ke gedung kebahagiaan. Oleh gurunya ditunjukkan sebuah gedung di kota yang di dalamnya penuh kebahagiaan. 

Maka berjalanlah pemuda tersebut ke kota. Dia tidak berani naik kendaraan umum, malu. Ia memilih berjalan kaki. Hingga hampir seharian menempuh perjalanan, sampailah ia ke kota. Hasil bertanya kesana-sini, ia menemukans ebuah gedung yang megah. Ia yakin, inilah gedung kebahagiaan yang ditunjukkan oleh sang guru.

Sesampai di gedung itu, ia mulai ragu melangkah. Ia juga tidak tahu bagaimana cara memasukinya. Tidak ada pintu di depan gedung itu. Hanya kaca yang sangat kebar berwarna gelap. Malah bayangan tubuhnya yang tergambar jelas memantul di kaca itu.

Ia melangkah perlahan. Namun tidak ada tanda-tanda kaca itu membuka. Terlihat bahwa kaca itu terbagi menjadi dua bagian, kiri dan kanan. Ada batas yang jelas. Pemuda itu mengerti bahwa ini pasti pintunya. Namun bagaimana cara membukanya, ia tak tahu dan tak berani mendekat.

Ia berhenti tepat hanya 2 meter di depan kaca. Lama sekali dia menoleh kesana kesini. Tidak ada siapa-siapa. Ia terus menunggu, barangkali akan ada orang yang membantunya membuka pintu kaca itu. Kaca tetap tertutup.

Ia berkata kepada kaca itu,"Wahai pintu kaca, membukalah, aku sudah menempuh perjalanan panjang untuk nasuk ke dalam gedungmu. Kata guruku, disinilah gedung kebahagiaan. Aku ingin merasakan kebahagiaan itu. Membukalah, aku ingin masuk."

Si kaca menjawab, "Anak muda, aku tahu engkau sudah menempuh perjalanan panjang. Majulah satu langkah saja, maka pintu ini akan terbuka untukmu. Aku tak bisa terbuka jika kamu berhenti disitu. Majulah seangkah lagi, maka engkau akan bisa memasuki gedung ini." Yang tentu saja si anak muda tidak bisa mendengar jawaban si kaca.

Sahabatku, terkadang kita juga ingin menyerah pada keadaan yang susah, realita yang tidak seperti impian kita. Begitu banyak penolakan, karir yang mentok, tidak naik gaji, jarangnya order untuk bisnis kita pada beberapa hari atau usaha yang kita rasakan begitu berat. Marilah kita kuatkan tekad, mungkin saja hasil yang akan kita peroleh tinggal satu langkah lagi.

Banyak orang menyerah ketika hasil tinggal selangkah, dan tentu saja itu bukan kita, iya kan?
Bertahanlah, tinggal selangkah lagi, kawan!


Salam persahabatan.
saya bisa difollow di @jumadisubur

Lebih baru Lebih lama