Menikmati Proses

"Gila ya, di Rudy itu cepet banget naiknya." tiba-tiba Yanuar langsung menyergahku dengan kalimat yang cukup mengagetkan. Padahal aku baru saja meletakkan tas dan baru mau menyalakan notebook operasionalku. "Naik apaan sih..Ini cerita tentang apa. Kenapa dengan Rudi?" timpalku.

Ternyata dia menceritakan salah seorang teman seangkatan kami yang baru saja dipromosikan menjadi seorang Divison Head. Kami biasa menyebut teman seangkatan untuk teman-teman di kantor ini yang masuk ada mengikuti pendidikan bersama. Sebuah pendidikan dasar (dikdas) kami lakukan pada saat awal diterima kerja. Biasanya seangkatan dikdas ada 20-30 orang. Rudy adalah salah satu teman kami yang memang menonjol, pandai dalam berkomunikasi, pemahaman yang sangat baik tentang pekerjaan, berwawasan luas dan karakter kepemimpinannya memang terlihat sejak dikdas dulu.

Namun benarkah yang disampaikan Yanuar? Apakah memang secepat itu Rudy mencapai prestasi dalam karirnya. Mengapa pula ada diantara kami yang pada saat yang sama masih ada yang menajdi staf biasa, baru menjadi manager atau malah ada yang pernah mendapat hukuman diturunkan grade-nya karena tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan.

Tentu semua tidak terjadi begitu saja, pasti melalui proses.

Bukankah semua yang ada di dunia ini melalui proses? Kita dilahirkan ke dunia melalui proses panjang selama 9 bulan, bahkan lebih. Ulat berubah menajdi kupu-kupu melalui proses panjang metamorfosis. Nasi yang kita makan melalui proses panjang sejak menjadi benih padi, ditanam, dirawat, disiangi, setelah jadi padi dipanen, lalu di-selep sehingga menjadi beras, dibersihkan lalu dimasak hingga mendidih baru kemudian menjadi nasi.

Mencapai puncak gunung, melalui proses panjang mendaki. Melewati jalan berliku, menembus hutan, mendaki bebatuan. Kadang bertemu dengan hujan, kadang bertahan dari terik dan haus kerongkongan. Berkutat dengan dingin atau menahan kaki yang kepayahan. Begitulah proses menuju puncak selalu perlu perjuangan.

Ketika remaja, aku sempat belaajr beladiri wushu. Ketika itu sedang trend film-film mandarin. Kung Fu Master, Taichi Master dan sejenisnya. Setiap periode ada ujian kenaikan sabuk. Untuk bisa naik ke jenjang sabuk berikutnya diperlukan latihan yang panjang dan cukup berat. Ketika baru mau naik ke sabuk kuning (level kedua di perguruan wushu kami dari 5 level untuk bisa menjadi master) aku melihat kakak-kakak senior di sabuk hijau dan merah (level 3 dan 4) terlihat sangat mahir memainkan berbagai senjata. Jurus-jurus yang diperagakan sudah mirip dengan yang di film-film.

Aku sempat nyeletuk, "bisa ngga ya aku tiba-tiba bisa begitu, tanpa berlatih, pokoknya tiba-tiba bisa memainkan jurus tendangan tanpa bayangan, berlari di atas awan, memainkan senjata tajam, bermain tongkat dan semuanya. Pokoknya tiba-tiba bisa, begitu saja..!"
Tentu saja semua menjawab tidak bisa.

Semua harus melalu proses. Semua harus melalui latihan. Semua jenjang harus dilewati dengan kriteria-kriteria khusus yang telah ditetapkan. Termasuk juga dalam karir.

Kita kadang hanya melihat hasil akhir saat ini saja, lupa bahwa semua melalui proses panjang. Tidak seperti Doraemon yang tiba-tiba mengeluarkan segala alat ajaib dari kantongnya, lalu bisa. Tidak seperti superhero yang bisa melakukan sesuatu dengan serta-merta.

Aku ulangi sekali lagi, semua ada prosesnya. Bahkan Nabi saja untuk menerima mukjizat dan menjalankan misi dakwahnya melalui proses panjang. Lha, kita ini siapa? He..
Maka jalani saja semua proses. Mari lakukan yang terbaik. Pelajari segala sesuatu yang terkait dengan karir kita. Tingkatkan terus pengetahuan dan ketrampilan. Semangat dipupuk terus-menerus. Soal gagal, itu mungkin terjadi, tapi kita tidak akan menyerah karenanya.

Kembali, sekali lagi, berbuatlah! Itu awal dari proses. []

Lebih baru Lebih lama