Puncak 29

Tiga hari yang lalu saya tidak posting tulisan di blog ini, bukan karena malas, he...tapi karena selama tiga hari itu saya jauh dari jangkauan sinyal. Ditambah lagi memang tidak membawa BB yang biasa saya gunakan untuk membuat artikel. Selama tiga hari tersebut saya mengikuti kerja bakti di sebuah desa di lereng gunung Muria, Kudus, dan dilanjutkan dengan melakukan pendakian ke Puncak 29, puncak tertinggi di Pegunungan Muria.

Ada banyak puncak di kumpulan pegunungan Muria. Jumlahnya sekitar 30an puncak. Dan puncak tertingginya dinamakan Puncak 29. Entah bagaimana ceritanya, saya kurang paham..:)

Meskipun sudah sering melakukan pendakian, kali ini boleh dibilang cukup menantang. Selain cuaca sedang musim hujan, peserta yang ikut kali ini juga bervariasi, ada yang berusia muda dan sebagian besarnya berumur di atas 40an. Kebetulan saya menjadi ketua regu yang beranggotakan 9 orang, dua diantaranya berbadan lebih gemuk dari saya dan punya masalah kesehatan.

Dengan berbagai usaha dan tantangan yang cukup berat, kami segroup berhasil mencapai puncak terlambat 2 jam dari jadwal yang ditetapkan panitia. Kami harus bahu membahu membawa dua orang teman kami yang sudah mulai 'tumbang' sejak sepertiga perjalanan.

Puncak 29 memang bukan termasuk puncak yang tinggi, bahkan relatif rendah. Ketinggian 1500 mdpl bagi para pecinta alam belum seberapa, malah termasuk kelas pemula. Namun begitu medan pendakian yang terjal dan licin karena musim hujan, membuat tantangan semakin bertambah. Ditambah dengan hawa yang dingin menusuk tulang.

Meski kami adalah tim terakhir yang mencapai puncak, namun keberhasilan ini sangat istimewa bagi saya. Begitu mencapai puncak teratas, hanya takbir dan airmata yang bisa saya tumpahkan. Tepat waktu subuh kami sampai. Dan tak pelak lagi, airmata bahagia tertumpah saat menunaikan sholat subuh di puncak tertinggi di Karesiden Pati ini. Bersama terbitnya mentari, bendera Merah Putih pun berkibar beriring lagu kebangsaan yang kami lantunkan.

Ada 3 pelajaran yang kami dapatkan dari misi pendakian ini.
1) Kekuatan Tekad. Salah seorang anggota tim kami telah membuktikan, dari awal memang kondisi fisiknya kurang memadai, disamping postur tubuh yang overweight, pernah punya riwayat polio dan lemah jantung. Cukup berisiko. Seandainya panitia tahu pasti dilarang ikut. Namun karena tekadnya, meski dengan tertatih dan berulang kali harus istirahat, dipapah bahkan diberi oksigen, akhirnya bisa menyelesaikan misi dengan baik.

Disamping persiapan fisik memang penting, ternyata kekuatan tekad adalah yang paling utama. Terbukti tidak sedikit yang secara fisik terlihat kuat namun karena tekadnya lemah, akhirnya tidak berhasil mencapai finis.

2) Persiapan ketrampilan. Tekad saja tidak cukup. Ketrampilan, pengetahuan medan, persiapan yang matang dan latihan adalah persiapan penting untuk sebuah misi pendakian. Ketelitian dalam melakukan persiapan, memilah apa saja bekal yang harus dibawa dan apa yang harus ditinggal di tenda, dan ketrampilan survival sangat diperlukan.

3) Kerjasama Tim. Pendakian sendirian mungkin saja dilakukan, namun kehagaiaan yang didapatkan tentu tidak sama dengan ekspedisi bersama-sama tim. Kerjasama sepanjang perjalanan, saling membantu dan saling melengkapi terutama untuk survival, sangat diperlukan. Dan sungguh kenikmatan yang luar biasa ketika bersama-sama satu group bisa sampai puncak.

Dan saya rasa, ketiga hal itu juga yang kita butuhkan dalam mencapai keberhasilan tim kerja kita, bukan?

Anda sudah siap untuk misi berikutnya?

Salam persahabatan!
@jumadisubur

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Lebih baru Lebih lama