Mendengar

Merasa ceritanya tidak didengarkan ayahnya, Farah, gadis 3 tahun yang baru masuk playgroup itu memegang kepala ayahnya dan dihadapkan ke wajahnya, “Ayah dengerin, Farah sedang cerita.” Katanya meski agak celat.

Seorang guru disekolah sampai mengetuk-ngetuk papan tulis dengan penghapus agar murid-muridnya diam. Seorang ayah akan tersinggung bahkan sedih jika ucapannya tidak didengarkan oleh anaknya. Kita juga merasa kesal jika bicara tapi tidak didengarkan dengan baik.

Mendengar dengan baik, kata Dale Carneige dalam buku How to Win Friends and Influience People, adalah salah satu cara paling mudah mempengaruhi orang lain. Karena mendengar sama dengan memberikan perhatian sekaligus penghargaan kepada orang lain. Dan dengan demikian memudahkan kita mendapatkan pengaruh.

Menjadi pendengar. Sebuah pekerjaan yang sulit. Maka banyak kita temukan dalam sebuah rapat ada sebagian yang memainkan pena, mencoret kertas, melipat tisu atau yang sekarang nge-trend adalah memainkan HP. Padahal di sana ada seorang manager yang sedang bicara, atau VP yang memberikan pengarahan. Sebaliknya jika seorang sudah bicara ingin rasanya semua orang diam mendengarkannya, adilkah?

Mau mendengar adalah keistemewaan pribadi. Harganya mahal. Karena itulah profesi yang mahal adalah profesi yang lebih banyak mendengar. Konselor dibayar mahal ‘hanya’ untuk mendengar keluhan orang. Psikiater dibayar mahal untuk mendengar. Dokter juga pekerjaan mendengar. Pembimbing ruhani, guru spiritual, rohaniawan adalah sebagian lagi profesi yang banyak membutuhkan kemampuan mendengar. Dan mereka memiliki kemuliaan. Banyak mendengar dan sesekali bertanya. Itu kuncinya. Demikian juga sebagai orang tua, suami, pemimpin dan pemasar.

Leader tidak hanya membutuhkan kemampuan presentasi yang memukau atau argumentasi yang cerdas untuk menggaet pelanggan. Prospek yang terlalu banyak dijejali informasi tanpa diberikan peluang untuk berpikir akan merasa jengah. Merasa digurui. Alih-alih menjelaskan produk kenapa tidak kita coba tarik prospek untuk menceritakan keinginan dan harapannya. Atau luangkan waktu untuk mendengar keluhannya. Pelanggan, pembeli, konsumen apapun istilahnya adalah manusia. Mereka sama seperti Farah, Mr. Manager dan Pak Guru. Mereka butuh didengar. Sebagaimana kita.

Manusia diciptakan dengan 1 mulut dan 2 telinga agar kita belajar lebih banyak mendengar. Cobalah datangi bawahan Anda dan dengarkanlah keinginannya. Usahakan untuk tidak memotong pembicaraan. Kita tahu itu menyakitkan.

Mendengar akan melengkapi informasi yang masuk ke otak kita dan memudahkan untuk mengambil keputusan. Mendengar akan mengurangi luapan emosi lawan bicara dan mudah untuk memberikan tanggapan. Mendengar adalah kesempatan kita mengumpulkan argumentasi yang singkat dan tepat untuk memberikan jawaban.

Lebih dari itu dengarlah semua dengan tulus. Karena ketulusan mendengar akan menumbuhkan energi dalam diri kita berupa pancaran mata dan beratnya kata. Inilah yang dinamakan kharisma. Mendengarlah !
Lebih baru Lebih lama