"Corong Ceret" di Mulut Kita

Sore-sore sesampai di rumah, saya mendengar anak saya yang paling kecil sedang bernyanyi sambil memperagakan nyanyiannya dengan kedua tangannya:
Aku adalah ceret // tempat air yang sangat awet // lihatlah tangkaiku // lihatlah corongku // coba tuang airnya // crot..crot..crot....crot..crot...crot...// habis....

Lucu sekali cara memperagakannya.

Ceret atau dikenal juga sebagai teko, adalah perangkat penyimpan air. Ceret jika dituangkan akan mengeluarkan sesuai dengan isinya. Jika diisi susu ia akan mengeluarkan susu. Jika isinya air bening ia mengeuarkan air bening. Seandainya diisi air comberan pun ia akan mengeluarkan air comberan.
ceret

Hari ini sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, saya bertemu dengan bermacam-macam cara orang memperlakukan orang lain. Ketika di jalan, ada orang yang mengendari mobil tiba-tiba membuka jendela lalu mengeluarkan kata-kata kasar dan sumpah serapah kepada pengendara motor yang hampir ia serempet. Seorang wanita yang mengacung-ngacungkan tangan seperti memaki wanita lain di depan sebuah rumah. Seorang sekuriti dan office boy yang menyapa ramah karyawan-karyawan yang datang. Ah, ternyata masing-masing orang sama-sama punya mulut namun digunakan dengan cara yang berbeda.

Aa Gym mengumpamakan mulut kita seperti ceret, ia mengeluarkan sesuatu sesuai dengan isinya. Kalau di dalamnya air bersih, yang keluar bersih. Sebaliknya, kalau di dalam kotor, yang keluar pun kotoran. Karenanya, lihatlah yang keluar dari lisan seseorang, maka seperti itulah kualitas orang tersebut.

Oleh sebab itu hati-hati dengan mulut kita. Bicara memang gampang, tapi pertimbangkanlah efek dari apa yang kita bicarakan. Sebuah survey menunjukkan bahwa 80% kerenggangan hubungan dengan teman kerja disebabkan oleh kata-kata.

Lisan adalah anugerah Allah yang paling berpotensi menjerumuskan pada kebinasaan, sekaligus menentukan derajat seseorang.

  • Derajat pertama adalah orang berkualitas, bicaranya selalu bermanfaat, sarat dengan hikmah, ilmu, solusi, atau zikir.
  • Kedua, derajat orang yang biasa-biasa, cirinya mudah mengomentari apa pun yang dilihat atau didengarnya, walau tidak ada manfaatnya.
  • Ketiga orang rendahan, ia mudah mencela, mengeluh, dan selalu memandang dari sisi negatif.
  • Sedangkan keempat, orang yang dangkal, selalu menceritakan kelebihannya dan ingin terus dihargai.
Bagaimana jika ada orang yang menghina kita? Atau membicarakan kejelekan kita?
Untuk apa kita harus sakit hati bila ada yang menghina, padahal dia sedang memperlihatkan kehinaan dirinya sendiri, Perkataan hina hanya keluar dari hati yg hina, Karena hati yang mulia tak memiliki kata-kata hina.

Karena itu, tenang saja. Tak usah repot sakit hati dan menghinakan diri dengan membalas. Kita tak akan menjadi hina karena dihina. Bisa jadi justru yang terjadi sebaliknya, penghinaan akan jadi jalan kemulian bila kita sikapi dengan sikap mulia. Yakinlah bahwa setiap perkataan akan kembali kepada dirinya sendiri.

Yang penting, mari jaga mulut kita!
Lebih baru Lebih lama