Pidato Kematian

Dalam buku The Seven Habits of Highly Effective People, Steven Covey mengajarkan bagaimana cari membuat visi hidup, yakni dengan memulai dari akhirya. Begin with the end in mind.

Visi inilah yang memberi gambaran dan arahan bagaimana tujuan akhir akan dicapai. Dengan adanya visi kita akan bersemangat, fokus sekaligus melakukan tindakan-tindakan bertahap yang diperlukan agar visi terwujud. Mirip dengan seorang insinyur. Sebelum dia membangun rumah, maka sang insinyur akan membuat gambar tekniknya. Dia sudah tahu bentuk atap seperti apa, letak kamar utama di mana, dan berapa banyak fondasi yang diperlukan untuk mendirikan rumah tersebut. Rumah tersebut sudah tercipta dalam visi sebelum diwujudkan dalam bentuk fisiknya.

Dengan memulai sesuatu dari tujuan akhirnya, maka kita akan terhindar dari menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang dalam jangka panjang atau bentuk akhir yang tidak bermanfaat. Kita akan mempertanyakan segala sesuatu yang kita lakukan, “sebenarnya saya mengerjakan hal ini untuk apa?”, Untuk siapakah saya mengerjakannya?

Hari ini dalam acara training Wanna be Trainer (WBT) Batch 18 yang dilaksanakan di Hotel Pagaruyung, Jakarta saya berkesempatan menjadi salah satu pendamping Pak Jamil Azzaini yang memandu training ini, salah satunya kami belajar menyusun pidato kematian.

Disini kami membayangkan pada saat kematian telah menjemput, dan jasad kita siap untuk dikebumikan, ada salah satu orang yang kita cinta akan memberikan sambutan atau pidato kematian tentang diri kita.

Pada sesi ini saya membayangkan Anak saya yang pertama, Faiz yang akan memberikan kata sambutan pada hari pemakaman saya.

Beginilah pidato yang saya menginginkan akan disampaikan oleh Faiz pada hari itu:

Assalamualaikum wr wb.
Hari ini Abi, orangtua kami akan dimakamkan. Dan ijinkan saya mewakili keluarga menyampaikan kata perpisahan...

Aku bangga dengan Abi,
Dialah pahlawan dalam hidupku, hidup kami.
Semangatnya yang tidak pernah padam dalam mendampingi kami, anak-anaknya.

Ketika kami merasa lemah, tak percaya diri
Dialah yang menyalakan api motivasi kami

Ketika kami sedih, merasa tersakiti
Dialah yang merangkul, memeluk dan menghibur

Ketika kami butuh bantuan, melambaikan tangan
Dia telah menyediakan lengan dan pundak untuk kami bersandar

Abi adalah imam kami,
Abi adalah pemimpin kami,
Abi adalah teman, sahabat, tempat curhat
sekaligus penyemangat

Kami kehilangan, namun kami telah merelakan
karena ada yang lebih ia cintai: Tuhan, Allah yang ia rindukan.

Wassalamualaikum,
saya, Rifqi Muhammad Faiz


Lebih baru Lebih lama