Mulai Dari yang Paling Mudah

Suatu ketika, Anda psti akan menemukan masalah yang bertumpuk dan datang bersamaan. Anda barangkali akan beningung menentukan yang mana yang akan Anda selesaikan lebih dulu. Maka jawabannya, mulailah dari yang paling mudah dan ringan.

Misalnya, jika Anda malas membuat proposal yang ditugaskan pada Anda, mulailah dari mengumpulkan bahan-bahannya, atau mulailah dari membuat kerangkanya, atau mulai dari bagian yang paling mudah dari proposal itu.


Dengan mulai melakukan hal yang paling mudah, Anda akan merasa ringan melakukannya. Seperti orang olahraga yang harus dimulai dengan peregangan dan pemanasan, maka anggaplah itu sebagai pemanasan untuk dapat melakukan pekerjaan yang lebih berat lagi kemudian.

Meskipun sesungguhnya kita mampu melakukan pekerjaan yang lebih berat, namun tubuh kita perlu penyesuaian. Selangkah demi selangkah, mulai dari yang ringan sampai kita bisa menanggung beban yang lebih besar lagi.

Insan mulia, saya yakin bahwa kita memiliki kemampuan yang luar biasa. Dapatkah kita mengukur kemampuan kita? Sebuah modal yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita harus kita format dengan baik, jangan asal. Namun, yang sering terjadi adalah sebaliknya. Saat kita ditawari sebuah pilihan tanggung jawab, tak jarang di antara kita memilih yang paling ringan.

Jika terlibat dalam sebuah kepanitiaan misalnya, kita menolak untuk menjadi seorang ketua. Masing-masing berebut untuk menjadi seksi konsumsi, dokumentasi dan yang lain, yang dipandang tidak berat daripada menjadi seorang ketua atau seksi acara. Mengapa?

Ada sebuah contoh kasus. Dalam sebuah kerja bakti, seorang pemuda menolak untuk membawa batako ke suatu jarak dalam jumlah yang sama dengan orang lain. Ia mengatakan hanya bisa membawa batako sebanyak 4 buah dengan alasan keterbatasan tenaga. Dan disetiap giliran, ia memang hanya membawa 4 buah.

Coba saja secara iseng, tambahkan satu batako lagi menjadi lima buah untuk dibawa pemuda tersebut. Si pemuda tidak tahu kalau bawaannya sudah ditambah satu. Setelah sampai di tempat tujuan, meletakkan dan menatanya, ia baru sadar, kalau batako yang dibawanya melebihi daripada apa yang diperkirakan. Lihatlah, ternyata ia bisa membawa beban yang lebih banyak.

Tak sedikit orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya sebuah beban hanya akan tampak lebih berat di kepala daripada di pundak. Karenanya, kenyataan banyak orang yang tidak memaksimalkan kemampuannya disebabkan oleh pikiran mereka sendiri. Apa yang menyebabkan kita tidak mau melakukannya adalah karena sebuah ketakutan di dalam pikiran. Takut tak sanggup, takut tak berhasil, takut tak memuaskan. Justifikasi terhadap diri sendiri ini kita keluarkan tanpa kita mencoba untuk melakukannya terlebih dahulu. Apakah kita sadar, bahwa ini sesungguhnya tengah mengkerdilkan kita?

Jika kita ingin menjadi seorang yang kompeten, maka kita harus berani. Kita akan mengetahui kemampuan kita apabila kita telah mencoba apa yang menurut kita berat pada awalnya. Jadi, insan mulia, jika kita ingin tersenyum lebih lebar untuk diri kita, jangan batasi kemampuan kita, jangan pilih yang paling ringan terus, selalu upgrade kemampuan kita. Biasakan dengan tantangan berikutnya.



Yang perlu dipahami adalah bahwa setiap orang memiliki perbedaan dalam menganggap suatu pekerjaan itu mudah atau sulit. Bagi Anda mungkin sutau pekerjaan dianggap mudah, tapi bagi orang lain sulit. Begitupun sebaliknya. Oleh karena itu Anda sendiri yang lebih tahu bagian mana dari suatu pekerjaan yang mudah Anda lakukan. Biasanya yang mudah itu adalah pekerjaan yang merupakan minat atau ketrampilan seseorang. Jadi, Anda perlu mengetahui minat atau ketrampilan Anda agar tahu bagian mana yang mudah Anda lakukan.[]
Lebih baru Lebih lama