2 bulan terakhir saya cukup banyak menghadiri pelatihan pelayanan di berbagai institusi, perusahaan bahkan sekolah. Ternyata kesadaran tentang pelayanan sudah merambah ke berbagai kalangan baik bisnis maupun kegiatan non profit.
Pemimpin adalah pelayanan bagi umat. Pejabat adalah pelayanan masyarakat. Penjual adalah pelayan bagi pelanggan. Inilah kesepakatan tidak tertulis dalam setiap sisi kehidupan. Dalam satu masa pemahaman ini mengalami distorsi. Bahkan tidak jarang pemimpin yang minta dilayani.
Lihatlah ketika ada kunjungan kerja dari pejabat pusat atau level lebih tinggi. Jajaran yang lebih rendah sibuk memberikan pelayanan terbaik, dari penjemputan, penyediaan tempat tinggal, kelengkapan akomodasi sampai membawakan tasnya, menyertakan oleh-oleh hingga ‘uang lelah’.
Pelayanan kepentingan masyarakat menjadi sangat sulit. Membuat passport, membuat KTP, SIM, mengurus perijinan sampai pernikahan dan perceraian semuanya serba sulit. Bahkan urusan mengubur jenazah harus membayar sejumlah uang agar semua berjalan dengan mudah. Pajak harus dibayar setiap waktu tapi pelayanan publik memprihatinkan. Sebagaimana pajak penerangan jalan yang dibayar setiap bulan namun kampung kita tetap kegelapan.
Seandainya ada pemimpin seperti Umar bin Khatab yang rela berkeliling melakukan pengawasan langsung terhadap keadaan rakyatnya. Atau presiden seperti Syafrudin Prawiranegara yang tidak tamak dengan kekuasaan. Pejabat seperti Hamka yang selalu sederhana. Panglima zuhud sebagaimana Sudirman. Tentu jiwa pelayanan kepentingan umat akan menjadi prioritas utama.
Kesadaran melayani orang lain adalah praktik yang telah dilakukan sejak dulu sampai sekarang. Bahkan telah dicontohkan para nabi. Melayani dengan ketulusan, membantu orang untuk fokus pada kekuatan yang dimiliki, membantu orang dalam menyelesaikan masalah adalah praktik-praktik melayani yang memiliki kemuliaan.
Marketer adalah profesi melayani kebutuhan pelanggan. Menanamkan sikap helpfull terhadap keluhan pelanggan. Pemasar yang tidak mau melayani akan ditinggal oleh konsumennya. Karena itu hampir semua perusahaan memiliki jargon pelayanan terbaik bagi pelanggannya.
Bagaimana Singapore Airlines memperlakukan penumpang layaknya raja. Garuda Indonesia yang menjaga komitmen ketepatan waktu. Perusahaan-perusahaan besar yang selalu menonjolkan pelayanan. Customer service yang selalu menjawab tiap panggilan. Sampai keramahan sekuriti yang menjawab salam dengan tulus.
Melayani kebutuhan pelanggan berarti membantunya menemukan kemudahan dan manfaat dari produk yang dibeli. Jiwa melayani akan menumbuhkan empati. Melembutkan hati dan mengajarkan keterbukaan. Jiwa melayani akan membuka pintu penerimaan. Jiwa melayani mengokohkan silaturahim (networking).
Namun yang paling penting adalah kebahagian dan kepuasan batin ketika dengan bantuan kita orang lain senang dengan apa yang ia dapatkan. Altritude, yaitu getting pleasure by giving pleasure.
Selamat melayani. []
Pemimpin adalah pelayanan bagi umat. Pejabat adalah pelayanan masyarakat. Penjual adalah pelayan bagi pelanggan. Inilah kesepakatan tidak tertulis dalam setiap sisi kehidupan. Dalam satu masa pemahaman ini mengalami distorsi. Bahkan tidak jarang pemimpin yang minta dilayani.
Lihatlah ketika ada kunjungan kerja dari pejabat pusat atau level lebih tinggi. Jajaran yang lebih rendah sibuk memberikan pelayanan terbaik, dari penjemputan, penyediaan tempat tinggal, kelengkapan akomodasi sampai membawakan tasnya, menyertakan oleh-oleh hingga ‘uang lelah’.
Pelayanan kepentingan masyarakat menjadi sangat sulit. Membuat passport, membuat KTP, SIM, mengurus perijinan sampai pernikahan dan perceraian semuanya serba sulit. Bahkan urusan mengubur jenazah harus membayar sejumlah uang agar semua berjalan dengan mudah. Pajak harus dibayar setiap waktu tapi pelayanan publik memprihatinkan. Sebagaimana pajak penerangan jalan yang dibayar setiap bulan namun kampung kita tetap kegelapan.
Seandainya ada pemimpin seperti Umar bin Khatab yang rela berkeliling melakukan pengawasan langsung terhadap keadaan rakyatnya. Atau presiden seperti Syafrudin Prawiranegara yang tidak tamak dengan kekuasaan. Pejabat seperti Hamka yang selalu sederhana. Panglima zuhud sebagaimana Sudirman. Tentu jiwa pelayanan kepentingan umat akan menjadi prioritas utama.
Kesadaran melayani orang lain adalah praktik yang telah dilakukan sejak dulu sampai sekarang. Bahkan telah dicontohkan para nabi. Melayani dengan ketulusan, membantu orang untuk fokus pada kekuatan yang dimiliki, membantu orang dalam menyelesaikan masalah adalah praktik-praktik melayani yang memiliki kemuliaan.
Marketer adalah profesi melayani kebutuhan pelanggan. Menanamkan sikap helpfull terhadap keluhan pelanggan. Pemasar yang tidak mau melayani akan ditinggal oleh konsumennya. Karena itu hampir semua perusahaan memiliki jargon pelayanan terbaik bagi pelanggannya.
Bagaimana Singapore Airlines memperlakukan penumpang layaknya raja. Garuda Indonesia yang menjaga komitmen ketepatan waktu. Perusahaan-perusahaan besar yang selalu menonjolkan pelayanan. Customer service yang selalu menjawab tiap panggilan. Sampai keramahan sekuriti yang menjawab salam dengan tulus.
Melayani kebutuhan pelanggan berarti membantunya menemukan kemudahan dan manfaat dari produk yang dibeli. Jiwa melayani akan menumbuhkan empati. Melembutkan hati dan mengajarkan keterbukaan. Jiwa melayani akan membuka pintu penerimaan. Jiwa melayani mengokohkan silaturahim (networking).
Namun yang paling penting adalah kebahagian dan kepuasan batin ketika dengan bantuan kita orang lain senang dengan apa yang ia dapatkan. Altritude, yaitu getting pleasure by giving pleasure.
Selamat melayani. []