Hati Seekor Tikus

Saya mendapatkan suatu cerita fabel tentang seekor tikus.
Seekor tikus merasa hidupnya sangat tertekan karena takut pada kucing. Ia lalu menemui seorang penyihir sakti untuk meminta tolong. Penyihir memenuhi keinginannya dan mengubah si tikus menjadi seekor kucing.
Namun setelah menjadi kucing, kini ia begitu ketakutan pada anjing. Kembali ia menemui penyihir sakti yang kemudian mengubahnya menjadi seekor anjing. Tak lama setelah menjadi anjing, sekarang ia merasa ketakutan pada singa.

Sekali lagi penyihir sakti memenuhi keinginannya dan mengubahnya menjadi seekor singa.
Apa yang terjadi? Kini ia sangat ketakutan pada pemburu. Ia mendatangi lagi si penyihir sakti meminta agar diubah menjadi pemburu. Kali ini si penyihir sakti menolak keinginan itu sambil berkata, "Selama kau masih berhati tikus, tak peduli bagaimana pun bentukmu, kau tetaplah seekor tikus yang pengecut"
Kadang kita merasa tidak puas dengan keadaan saat ini dan memandang bahwa orang lain mendapatkan keberuntungan yang lebih baik daripada kita.
Andai saja aku punya modal banyak seperti dia, tentu bisnisku akan lebih berkembang. Andai saja aku punya kemampuan seperti itu, pastilah aku bisa melakukan lebih banyak amal. Andai saja saya dipromosikan, saya akan bekerja lebih baik dari sekarang. Andai saja saya menjadi Manager, saya akan melakukan ini dan itu. Andai saya mendapat gaji lebih tinggi, saya tentu akan melakukan pekerjaan lebih baik lagi. Begitu seterusnya.
Padahal masalahnya bukan disitu. Masalahnya adalah sudah siapkah mental kita untuk menjadi pebisnis lebih besar daripada saat ini. Sudah siapkah mental kita untuk menjalankan bisnis yang lebih besar lagi. Siapkah kita menjalankan konglomerasi bisnis?
Sudah siapkah kita mendapat tugas lebih besar lagi? Sudah siapkah kita mendapat gaji lebih banyak atas pekerjaan kita yang lebih baik dari sebelumnya, atas tugas yang lebih besar lagi?

Salam, damai dan cinta!
Lebih baru Lebih lama