Rindu Ibu

“Aku ingin pulang.” Panji berkata pelan kepada Arna, “Ada apa ini, kok tiba-tiba berkata seperti itu.” Arna penasaran dengan sikap teman dekatnya itu. Panji menangatakan bahwa ia rindu sekali dengan ibunya. Tiba-tiba ia terbayang semua kenangan bersama ibunya.

Waktu itu ia masih kecil. Ia ingat sekali ketika berusia 8 atau 9 tahun ia mengasuh adiknya yang paling kecil dengan naik mobil-mobilan. Ibunya sibuk bekerja sebagai penjual kue dan makanan di rumah. Ayahnya seorang pekerja kontrak sebagai pembantu umum di sebuah perusahaan rokok. Saudaranya yang berjumlah 5 orang membutuhkan biaya yang besar. Ibu terpaksa harus ikut membanting tulang mencari penghasilan tambahan.

Ibunya seorang wanita yang cantik, bahkan kecantikannya masih terlihat jelas meskipun usianya memasuki setengah abad. Kehidupan keluarga mereka cukup bahagia, meskipun di dera kekurangan dan keterbatasan. Kerasnya kehidupan juga yang membuat Panji harus melakukan pekerjaan berat ketika masih sekolah. Ia sempat menjadi buruh bangunan, bekerja sebagai buruh tani di sawah atau sekedar menjadi buruh pembersih rumput di rumah tetangganya. Bagaimanapun caranya asal mendapatkan penghasilan tambahan, yang pasti dengan cara yang halal.

Hingga ia melanjutkan sekolah di sebuah sekolah kejuruan di ibukota propinsi. Satu-satunya motivasi ketika masuk sekolah kejuruan adalah agar lulus sekolah langsung bisa bekerja. Panji masih melakukan pekerjaannya di sela-sela waktu belajarnya. Ia memang anak yang rajin dan juga cerdas. Prestasi tinggi yang cukup membanggakan pun diraihnya di sekolah.

Lulus sekolah langsung diterima bekerja di perusahaan bonafid adalah kebanggaan tersendiri baginya. Ia juga yang menjadi harapan untuk menopang ekonomi keluarganya. Pelajaran ketegaran dan kemandirian yang ia dapatkan dari sosok yang paling ia cintai, Ibunya, diterapkan dalam bekerja. Pekerjaannya saat ini memberikan penghasilan yang cukup lumayan.

Namun Tuhan berkehendak lain, beberapa waktu lalu ibunya jatuh sakit. Stroke. Menyusul ayahnya yang lebih dulu terserang penyakit ini. Sejak saat itu ibunya kehilangan banyak hal. Bahkan sempat kehilangan semangat karena tidak bisa lagi bekerja dan beraktivitas seperti biasanya. Panji pun sangat merasa kehilangan. Apalagi dengan keadaan jarak yang memisahkan ia dengan orang yang paling dicintainya itu.

Ingin sekali selalu mendampingi ibunya, melakukan terapi penyembuhannya. Ia sekarang hanya bisa berdoa dan mengirimkan biaya perawatan untuk perbaikan kondisi kesehatan ibunya. Ayahnya kini sudah mulai membaik dan bisa melakukan pekerjaan sehari-hari. Namun Ibunya masih perlu perawatan intensif.

Sesungguhnya besar harapan Pani untuk bisa mendampingi Ibunya dalam masa perawatan ini. Namun tugasnya di pulau yang sangat jauh dari kampung halaman menjadikan ia hanya menggantungkan harapan. Sempat terpikir olehnya untuk berhenti dari pekerjaan, namun ia membutuhkan banyak biaya untuk perawatan kedua orangtuanya. Ia masih membutuhkan pekerjaannya.

Sang motivator. Itulah salah satu peran ibu dalam kehidupan Panji. Inilah sesungguhnya sumber motivasi terbesar dalam hidupnya. Kebahagiaan kedua orang yang paling ia cintai. Inilah kebahagian yang ia dambakan. Dan merekalah yang selama ini membuat Panji bisa bertahan dengan kerasnya perjuangan hidupnya. Ia ingin agar di masa tua orangtuanya, ia dapat menyertainya. Memberikan sedikit kebahagiaan, meskipun tidak sebanding dengan yang telah mereka berikan kepadanya. Ia menyadari penuh bahwa ia ingin di akhir kehidupannya, ia bisa membahagiakan semua orang yang dicintainya. Utamanya kepada. Ibunya. Karena surga pun diletakkan di telapak kakinya. Artinya, inilah hakikat kebahagiaan sesungguhnya.

Dan kerinduannya semakin membuncah, ia ingin sekali mencium tangan ibunya, memeluknya dan bersimpuh dihadapannya. Kerinduannya terpendam dalam linangan airmatanya. []

Salam persahabatan!
@jumadisubur
Lebih baru Lebih lama